1. Kampong Ayer, Brunei Darussalam
Kampung Anyer adalah sebuah area di ibu kota Brunei Darussalam, yaitu Bandar Seri Begawan yang terletak di sebelah Teluk Brunei. Penduduk di Desa Air ini berjumlah 39 ribu orang. Angka tersebut adalah 10 persen dari seluruh penduduk negara tersebut. Semua bangunan di desa tersebut dibuat pada jangkungan di atas Sungai Brunei.
Selain dibangun di atas jangkungan dan dihubungkan dengan jembatan, desa air ini juga memiliki layanan taksi air dan memiliki sekolahnya sendiri, rumah sakit, restoran, toko, mesjid dan pom bensin. Dari kejauhan, meskipun banyak rumah yang terlihat terbengkalai dan tidak terpelihara, namun sebetulnya para penduduk setempat memiliki semua kemudahan modern, termasuk AC, televisi satelit, akses Internet, pipa ledeng, dan listrik. Desa ini telah berpenghuni selama sekitar 1300 tahun dan beberapa di antaranya tetap bekerja sebagai petani dan peternak ayam.
2. Ko Panyi, Thailand
Ko Panyi adalah sebuah desa pemancingan di Provinsi Phang Nga, Thailand yang terkenal karena dibangun di atas jangkungan oleh para nelayan Indonesia. Penduduk di sana berjumlah kira-kira 200 keluarga atau antara 1500 dan 2000 orang keturunan dari dua keluarga Muslim yang berlayar dari pulau Jawa.
Desa ini memiliki satu sekolah Islam yang dihadiri oleh laki-laki dan perempuan tiap pagi. Meskipun terkenal atas pariwisatanya, namun kehidupan di Ko Panyi ini masih bergantung pada industri perikanan karena para turis hanya berkunjung pada tanggal-tanggal penting selama musim kering. Desa ini memiliki lapangan bola terapung. Karena terinspirasi oleh Piala Dunia FIFA tahun 1986, anak-anak di sini membuat lapangannya dari potongan-potongan kayu dan rakit untuk memancing.
3. Desa Apung di Teluk Halong (Halong Bay Floating Village), Vietnam
Desa yang dihuni oleh 600 orang dan dibangun di atas air ini dapat ditemukan di Teluk Halong. Desa ini merupakan sebuah tempat yang tenang, tempat pelarian dari ramainya jalanan di Vietnam. Desa ini merupakan dunia air nyata, yang naik dan turun seiring gelombang pasang surut laut, yang tersembunyi di tengah-tengah menara bukit kapur.
Para penduduk setempat sebagian besar hidup dari laut. Hampir semua daratan bebatuan di area ini terlalu buruk untuk diolah. Teluk Halong sangat kaya akan ikan dan makanan laut. Dalam gambar di atas, Anda dapat lihat beberapa rumah mengapung. Para penduduk lokal hidup di rumah-rumah ini dan setiap pagi mereka pergi memancing. Mereka menjual hasil tangkapannya ke perahu-perahu yang lebih besar, dan akhirnya sampai ke seluruh pasar di benua Asia.
4. Kay Lar Ywa, Myanmar
Kay Lar Ywa adalah desa air yang terletak di danau Inle. Penduduk desa ini adalah masyarakat Intha, yang adalah anggota dari sebuah kelompok suku campuran Tibet-Burma. Mereka mencukupi kebutuhan mereka dengan mengelola perkebunan sayuran di taman-taman yang terapung. Masyarakat Intha ini juga dikenal atas teknik-teknik mendayung dengan menggunakan kaki.
Ganggang danau Inle dikumpulkan oleh masyarakat Intha untuk membuat kebun apung, yang dijangkarkan pada dasar danau dengan tiang-tiang bambu. Kebun-kebun apung ini, yang disebut kyun-hmaw, yang dipisahkan oleh lajur lumpur dan batu air, dikeruk dari dasar danau, yang terpecah menjadi sebuah humus subur; perlu 50 tahun untuk memproduksi satu lapis setebal 1 meter. Tanah juga menjadi subur oleh hal tersebut, dan bagian-bagian danau tersebut telah berkurang menjadi sebuah jaringan yang terdiri dari parit-parit di sekeliling petak-petak tanah. Hampir semua hasil paneh yang tumbuh di kebun danau ini adalah sayuran – sebagian besar adalah tomat dan kacang-kacangan.
5. Wuzhen, Cina
Wuzhen adalah salah satu kota air kuno, dimana jalur-jalur perairannya menyusup di antara jalanan dan lorong-lorong bebatuan besar. Memiliki luas 71,19 kilometer persegi (27.49 mil kuadrat), Wuzhen memiliki total penduduk 60.000 orang dimana 12.000 di antaranya adalah penghuni tetap.
Kita dapat melihat tapak sejarah kota ini di jembatan-jembatan batu kuno yang mengapung di atas air dangkal, di jalanan kecil bebatuan yang terletak antara dinding-dinding belang dan di pahatan-pahatan kayu. Terpisah dari kota-kota lainnya, Wuzhen memberikan sebuah pengalaman unik melalui latar belakang budaya yang mendalam.
6. Giethoorn, Belanda
Giethoorn adalah sebuah desa di provinsi Overijssel, Belanda. Desa ini disebut Venice dari Belanda yang memiliki panjang kanal kira-kira 7,5 km (4,5 mil) yang melinatasi desa kecil tersebut. Desa ini didirikan sekitar tahun 1230 ketika para buronan yang datang dari wilayah-wilayah Mediteranian tinggal di sana.
Semua angkutan harus melewati air, dan dilakukan pada apa yang disebut “punter”, punter adalah ‘whisper-boat (kapal-bisikan)’ karena dikendalikan oleh motor listrik, sehingga angkutan tersebut tidak menggangu kedamaian dan keheningan di desa kecil yang permai ini. Banyak rumah yang telah dibangun di atas pulau dan rumah-rumah tersebut hanya dapat dicapai oleh jembatan-jembatan bambu. 50 jembatan bambu kecil merentang di sepanjang kanal, yang hanya berkedalaman 1 meter (3 kaki). Giethoorn memiliki 2620 penduduk.
7. Desa Apung Uros, Peru
Uros adalah masyarakat pra-Inca yang tinggal di empat puluh dua pulau apung di Danau Titicaca, Peru. Pulau-pulau tersebut dibuat sendiri oleh spesies pribumi yaitu alang-alang (totora) yang berlimpah di dalam danau yang dangkal. Masyarakat uros membangun rumah-rumah sementara yang mengapung di atas permukaan air. Pada saat-saat tertentu, pasang surut danau menyapu rumah-rumah mereka, jadi lapisan-lapisan alang-alang yang baru harus diletakkan setiap 2 minggu agar daya tahannya lebih baik.
8. Zhouzhuang, Cina
Zhouzhuang, salah satu kota kecil air paling terkenal, terletak hanya 30 kilometer ke arah tenggara dari Kota Suzhou. Desa ini merupakan tempat yang mempesona. Desa ini memiliki jalur-jalur air yang berselang lintas, jembatan-jembatan dan gedung-gedung kuno yang dibangun di atas dan di sekitar sungai. 60 persen bangunan Zhouzhuang dibandung di dalam sebuah area seluas setengah kuadrat kilometer selama Dinasti Ming dan Qing.
Desa ini terkenal atas latar belakang kebudayannya yang besar, rumah-rumah penduduk kuno yang dijaga dengan baik, pemandangan-pemandangan air yang elegan dan tradisi-tradisi serta adat-istiadat setempat yang kuat dan berwarna-warni. Zhouzhuang disebut “Venice dari Timur.”
9. Ganvie, Benin
Ganvie, yang juga dikenal sebagai Venice dari Afrika, adalah sebuah desa danau di Benin, yang terlentang di Danau Nokoué, dekat Cotonou. Dengan populasi sekitar 20 ribu orang, desa ini bisa jadi merupakan desa danau terbesar di Afrika dan sangat popular di kalangan turis.
Desa Ganvie dibangun pada abad keenam belas atau ketujuh belas oleh masyarakat Tofinu, ketika para ksatria Dahomeyan menyerang daerah pertanian untuk mendapatkan budak yang akhirnya dijual ke para pedagang budak dari Eropa. Asalnya berdasarkan pertanian, industri-industri utama desa tersebut selain pariwisata kini adalah perikanan dan budi daya ikan.
10. Tongli, Cina
Tongli, atau Tong-Li, adalah sebuah desa di wilayah Wujiang, daerah perbatasan Suzhou. Desa ini terkenal atas sistem kanalnya. Perjalanan ke Tongli adalah satu jam dari kota Suzhou. Tempat ini menyimpan banyak keistimewaan dari sebuah desa Cina kuno.
Tongli terkenal di seluruh Cina karena kanal-kanalnya yang indah, jembatan-jembatan historis dan rumah-rumah dengan halaman mewah. Tongli memiliki 49 jembatan batu dan banyak taman, kuil. Dikarenakan bentang daratnya, hampir semua bangunan di sana dibuat di sepanjang perairan. Airnya menciptakan cermin-cermin dari atap-atapnya yang melengkung, atap pelana yang tinggi sekali dan jembatan-jembatan batu.
No comments:
Post a Comment